Kepemimpinan Hasta Brata, Pancasila, dan Ki Hajar Dewantara
a. Hasta Brata
Hasta Brata merupakan tuntunan laku pada seorang yang satria pinilih [pemimpin yang terpilih]. Hasta berarti delapan sedangkan Brata berarti laku, watak atau sifat utama yang diambil dari sifat alam. Dapat diartikan juga bahwa Hasta Brata adalah delapan laku, watak atau sifat utama yang harus dipegang teguh dan dilaksanakan oleh seorang pemimpin atau siapa saja yang terpilih menjadi pemimpin, seorang pemimpin utama. Berikut adalah kedelapan laku tersebut :
1. Matahari.
Pemimpin harus seperti matahari, terang benderangnya akan memancarkan sinar, memberi petunjuk, memberikan arah tanpa pernah berhenti, segalanya diterangi, diberi sinarnya tanpa pilih kasih. Pemimpin harus dapat memberikan pencerahan dan bertindak seperti jalannya matahari,yang tidak pernah tergesa-gesa, namun pasti dalam membagi sinarnya kepada setiap mahluk tanpa pandang bulu.
2. Bulan.
Bulan bersinar kala gelap ketika malam tiba. Bulan memberikan suasana tenteram dan teduh. Oleh karenanya pemimpin hendaknya rendah hati, berbudi luhur, serta dapat menebarkan suasana tenteram.
3. Bintang.
Letak bintang memang tinggi diangkasa pada malam hari, menjadi kiblat dan sumber ilmu Falak. Pemimpin harus dapat menjadi kiblat budaya dan tingkah laku. Mengapa seorang pemimpin harus mempunyai konsep berpikir yang jelas? Pemimpin harus bercita-cita tinggi untuk mencapai kemajuan, teguh dan tidak mudah terombang-ambing, serta bertanggung jawab, dan dapat dipercaya karena akan digunakan oleh para pengikutnya.
4. Awan.
Awan seakan menakutkan tetapi dengan cepat mampu berubah menjadi hujan yang memberi berkah dan sumber penghidupan bagi semua mahluk hidup. Nah, seorang pemimpin memang harus berwibawa, kadang-kadang juga boleh tampil disegani bagi siapa saja yang berbuat salah atau bahkan menakutkan bagi mereka yang melanggar peraturan. Namun harus selalu berusaha untuk memberikan dan meningkatkan kesejahteraan dari pengikut yang dipimpinnya.
5. Bumi
Bumi itu sentosa, suci, pemurah, dan memberikan segala kebutuhan yang diperlukan oleh setiap mahluk hidup. Bagaimana tidak? Bumi menjadi tumpuan dan tumbuhnya benih dari seluruh mahluk hidup. Sebagaimana bumi, pemimpin seharusnya bersifat pemurah, stabil, dapat diandalkan, dan selalu berusaha memperjuangkan kehidupan yang lebih baik bagi mereka yang dipimpinnya.
6. Lautan.
Lautan yang luas yang tidak pernah menolak apapun yang datang memasukinya, menerima dan menjadi wadah apa saja. Sebagaimana lautan, pemimpin hendaknya mempunyai hati yang luas, penyabarm idak mudah tersinggung bila dikritik, tidak terlena oleh sanjungan dan mampu menampung segala bentuk aspirasi yang ada.
7. Api.
Api yang panas membara, mampu berkobar dan membakar apa saja tanpa pandang bulu, tetapi api juga dibutuhkan, diperlukan di dalam kehidupan. Seorang pemimpin juga harus pandai didalam mengobarkan semangat orang-orang yang dipimpinnya, harus pandai membakar keyakinan dan kemauan gerak para pengikutnya. Namun api ini juga harus selalu berpijak kepada kebenaran dan keadilan. Api ini juga akan membakar, menyingkirkan siapapun yang bersalah tanpa pilih kasih dan pandang bulu.
8. Angin.
Angin meski tidak tampak tetapi dapat dirasakan berhembus tanpa henti, merata keseluruh penjuru. Keberadaan pemimpin harus dapat dirasakan di hati yang dipimpinnya, dan selalu berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Berupaya mengamati sampai ke pelosok penjuru untuk mencari tahu segala hal yang terjadi berkaitan dengan tugas dan kewajibannya, sehingga dapat menentukan kebijakan tanpa keraguan. Pemimpin bagaikan angin harus dapat memberikan kesejukan, hembusan di hati yang dipimpinnya.
b. Pancasila
Kepemimpinan Pancasila berarti : Kepemimpinan yang membawa masyarakat dalam kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD’45.
• Keyakinan pemimpin pancasila :
Semangat Nasionalisme
Semangat Kekeluargaan
Semangat Gotong Royong
Pembangunan : Isi Kemerdekaan
Pembangunan : Falsafah Negara Pancasila
Pembangunan : Amalan Pancasila
Pembangunan : Fungsi Manajemen
Pembangunan : Memadu Budaya Tradisi dan Modernisasi
Pembangunan : Berazas Persatuan, Kebersamaan, Kesatuan
• Konsep Kepemimpinan Pancasila
Landasan terangkum dalam 11 Azas :
1. Ing Ngarso Sing Tulodo
2. Ing Madya Mangun Karsa
3. Tut Wuri Habdayani
4. Iman dan Taqwa Kepada Tuhan YME
5. Waspada
6. Ambeg Parama Arta
7. Prasaja
8. Loyal (Satya)
9. Hemat dan Cermat (Gemi Ngastiti)
10. Jujur, Tanggung Jawab, Berani
11. Ikhlas (Lego Legowo)
c. Ki Hajar Dewantara
Konsep kepemimpinan yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara adalah konsep kepemimpinan yang berbeda dimensi, bukan atas bawah, tetapi depan belakang. Ki Hajar Dewantara adalah tokoh dan pelopor pendidikan di Indonesia, yang mendirikan Perguruan Taman Siswa di tahun 1922. Di dalam mengelola perguruan tersebut, Ki Hajar memiliki moto dalam bahasa jawa yang berbunyi: Ing ngarso sung tulodho, ing madaya mangun karsa, tut wuri handayani. Moto tersebut terjemahan langsungnya adalah “di depan memberikan teladan, di tengah menggerakkan, di belakang memberikan dorongan”. Moto tersebut pada mulanya ditujukan untuk menjadi pedoman untuk membangun kultur positif antara guru dan murid, namun dalam perkembangannya konsep tersebut digunakan menjadi konsep kepemimpinan, yang khas dan asli Indonesia.
Kepemimpinan model barat yang vertikal horisontal, atas bawah dan samping mengandung makna disequality, ketidaksamaan, dan power yang tidak seimbang (asymetric power). Ada posisi diatas yang memerintah dan posisi di bawah yang diperintah. Ada yang more powerful dan ada yang less powerful. Sedangkan konsep kepemimpinan khas Indosesia ala Ki Hajar tidak membedakan orang dari tingkatannya, tetapi dari peranannya. Peran itupun tidak selalu sama, bisa peran saat di depan, peran pada saat di tengah, dan peran pada saat di belakang. Dengan kata lain, pada suatu saat seorang pemimpin harus berperan di depan, pada saat lain di tengah, dan saat yang lain lagi bisa berperan di belakang. Apa maknanya? Mari kita ikuti pembahasan selanjutnya.
• Konsep Kearifan Pemimpin
Seorang pemimpin sejati memandang orang lain sebagai “manusia” yang harus dihargai karena sifat kemanusiaannya. Seorang pemimpin sejati “nguwongake”, memanusiakan manusia. Kaya-miskin, besar-kecil, tinggi-pendek, manajer-karyawan hanyalah variasi. Hakekatnya tetap manusia. Seorang pemimpin sejati menghormati orang yang ‘memimpin’ dan menghormati pula orang yang ‘dipimpin’. Memimpin-dipimpin adalah alami, bahkan tidak bisa dihindari. Sudah kodrat manusia untuk memimpin, dan kodrat pula untuk dipimpin. Untuk itulah dikotomi atasan-bawahan sebenarnya kurang tepat, karena yang sebenarnya ada hanyalah perbedaan peran. Dikotomi atasan bawahan menimbulkan efek berkuasa-tidak berkuasa, atau setidak-tidaknya mengutamakan tingkatan kekuasaan. Inilah yang kurang tepat.
Pendekatan yang lebih alami adalah menempatkan manusia pada perannya masing-masing, dimana semuanya sama pentingnya. Seorang pemimpinpun demikian, harus mampu berperan pada tempat dimana ia berada, pada saat di depan, di tengah, maupun di belakang.
• Saat Pemimpin di Depan
Seorang pemimpin adalah panutan. Sebagai panutan, orang lain yang ada disekitarnya akan manut (bahasa jawa, yang artinya mengikuti, meniru). Disini bisa dilhat betapa besarnya tanggungjawab moral seorang pemimpin, karena tindak-tanduknya, tingkah lakunya, cara berfikirnya, bahkan kebiasaannya akan cenderung diikuti orang lain. Untuk itulah maka saat berada di depan, pemimpin harus memberikan teladan, memberikan contoh. Ini disebutkan oleh Ki Hajar dengan terminologi “ing ngarso sung tulodho”, saat di depan seorang pemimpin harus memberi teladan.
Konsep ini sebenarnya tidak jauh dengan konsep “imam”, pemimpin sholat dalam agama Islam. Imam tidak selalu permanen. Seseorang bisa berdiri didepan sebagai imam, memimpin, dan diikuti oleh “makmum”, para peserta yang ada dibelakangnya. Namun dalam kesempatan lain bisa saja orang lain yang menjadi imam, dan orang yang semula imam kemudian dalam kesempatan itu menjadi makmum atau peserta. Disini tidak tercermin adanya atasan-bawahan, tetapi jelas menunjukkan siapa yang memimpin dan siapa yang dipimpin.
• Saat Pemimpin di Tengah
Seorang pemimpin yang berada di tengah-tengah orang-orang yang dipimpinnya, harus mampu menggerakkan, memotivasi, dan mengatur sumberdaya yang ada (empowering). Pada dasarnya setiap orang memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri (intrinsic motivation), sehingga ada ataupun tidak adanya stimuli tetap saja akan termotivasi. Hanya saja, kadar motivasi dari diri sendiri sering tidak stabil kehadirannya. Untuk itulah maka motivasi dari luar dirinya (extrinsic motivation) tetap sangat diperlukan. Disinilah seorang pemimpin dapat mengambil peran. Kehadirannya membuat orang tergerak untuk bertindak. Itulah pemimpin sejati.
Seorang pemimpin sejati saat berada di barisan tengah tidak membebani pemimpin lain yang sedang berada di barisan depan maupun belakang. Untuk itulah maka peran oposisi menjadi tidak relevan disini. Dimanapun posisinya, dan apapun perannya akan tetap saling mendukung dan menopang. Saat di tengah, pemimpin sejati menggerakkan, mendorong yang di depan dan menarik yang di belakang. Inilah hakikat dari ing madya mangun karsa.
• Saat Pemimpin di Belakang
Pemimpin sejati diperlukan kehadirannya dibarisan belakang. Dari belakang seorang pemimpin dapat memberikan dorongan untuk terus maju. Pemimpin yang berada di barisan belakang harus pandai-pandai mengikuti barisan di depannya, agar konsisten gerakan dan arahnya , agar terjadi apa yang disebut goal cogruency, suatu keadaan di mana tujuan individu yang berada dalam suatu organisasi konsisten dengan tujuan organisasi. Tanpa goal congruency arah gerakan organisasi menjadi berat karena banyaknya arah yang tidak sama dan mungkin justru saling berlawanan.
Seorang pemimpin sejati harus bisa ngemong (bahasa jawa yang berarti melayani, mengasuh, take care of). Bagaimana seorang penggembala itik berjalan diposisi paling belakang setelah barisan itik-itik yang digembalanya sering digunakan sebagai ilustrasi untuk menggambarkan bagaimana seorang pemimpin dapat mengarahkan orang dari belakang. Setiap orang memiliki bakat sendiri-sendiri. Setiap orang juga memiliki kemampuan untuk bisa bergerak maju mendapatkan apa yang mereka mau, dan juga apa yang diinginkan oleh organisasi. Pemimpin sejati memberikan dorongan dari belakang, tetap mengarahkan agar sesuai tujuan, dan mampu memastikan bahwa orang-orang di dalam organisasi bekerja sesuai dengan arah dan strategi yang telah ditetapkan. Jadi, seorang pemimpin sejati akan tut wuri handayani.
Menarik..! TErimakasih atas tulisannya :)
BalasHapus